Monday, July 30, 2018

PENYANGGA BUDAYA YOGYAKARTA BERBENAH



Daerah Istimewa Yogyakarta kian memantapkan image-nya sebagai kota seni dan budaya. Apalagi pasca ditetapkan (kembali) menjadi Daerah Istimewa dengan naungan Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta, sudah sepantasnyalah bila geliat budaya termasuk didalamnya kesenian baik tradisi maupun kontemporer menjamur di wilayah yang disebut sebagai Benteng terakhir kebudayaan Jawa ini.
Namun tentu saja kegiatan kebudayaan ini membutuhkan penyangga berupa kantong-kantong budaya di Yogyakarta, Beberapa kantong budaya yang sudah ada memang terbilang cukup eksis dengan gelaran budaya dan seninya, semisal Taman Budaya Yogyakarta, Padepokan seni Bagong Kussudiarjo, dan Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjosoemantri UGM.
Belakangan mulai muncul kantong kantong Budaya di seluruh wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta yang juga menunjukkan eksistensi mereka dengan gelaran gelaran seni dan budaya baik secara regular maupun sporadis, diantaranya adalah:

1.     Omah Petruk


Rumah Budaya Omah Petruk terletak di Hargobinangun Sleman, lokasi yang berada di lereng Gunung Merapi memang menawarkan kesejukan ditambah dengan rindangnya pepohonan di areal yang cukup luas, memang menjadikan lokasi ini lebih cocok menjadi sebuah tempat peristirahatan yang nyaman.
Tapi omah Petruk betul betul merupakan Rumah budaya, di halamannya yang luas, berbagai macam Patung yang jumlahnya cukup banyak dapat dinikmati, misi dari Patung-patung ini adalah menunjukkan toleransi keberagaman agama dan budaya yang dijaga terus menerus oleh bangsa Indonesia.
Gelaran Budaya dalam artian seni juga terus menerus dilakukan di Omah petruk ini, baik Wayang, tari, ketoprak bahkan pertunjukan Dangdut sekalipun, lokasinya yang cukup jauh dari pusat kota Yogyakarta ternyata tak menyurutkan pengelola untuk terus melakukan gelaran seni dan Budaya.


2. History of Java Museum




Museum sebagai Rumah Budaya, kenapa tidak?
Museum yang dulunya adalah Pyramid café ini memang belum lagi dibuka, alias masih gress, namun lokasinya sendiri telah dikenal publik sebagai tempat perhelatan Budaya, bagaimana tidak, beberapa kali gelaran Festival Kesenian Yogyakarta dilaksanakan di sini termasuk FKY ke 30 tahun ini.
Museum History Of Java sendiri seperti namanya, adalah museum yang membabar kronik kesejarahan Pulau Jawa, khususnya wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Bukan hanya mendisplay artefak ataupun Education Board, Museum ini memilih mendekat kepada masyarakat awam dengan menghadirkan layanan lain seperti Ruang display diorama yang bisa dipakai untuk swa-foto, juga dilengkapi teknologi penunjang display seperti Augmented Reality ataupun Cinema 4D.
Layanan kulinerpun mereka kemas dalam sebuah miniatur Malioboro, jantung wisata kota Yogyakarta yang sudah sangat terkenal.
Dan sebagai bagian utama mengapa History of Java bisa disebut Kantong Budaya, Sebuah Panggung berukuran besar dibangun di sebelah Food street “Malioboro” menurut rencana akan digunakan untuk gelaran gelaran budaya dan seni, baik secara periodik maupun non regular,
Selain itu, di dalam gedung berbentuk pyramid di mana lantai 1 adalah ruang koleksi museum, sedang lantai kedua digunakan untuk gallery ruang pamer maupun untuk ruang pertemuan.

            Munculnya kantong budaya baru, bukan berarti kehidupan kesenian dan kebudayaan di Yogyakarta akan terus terjaga, tanpa adanya dukungan dari masyarakat maupun pemerintah, tentu saja kantong-kantong budaya ini akan terhenti langkahnya.