Daerah Istimewa Yogyakarta
kian memantapkan image-nya sebagai kota
seni dan budaya. Apalagi pasca ditetapkan (kembali) menjadi Daerah
Istimewa dengan naungan Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta, sudah
sepantasnyalah bila geliat budaya termasuk didalamnya kesenian baik tradisi
maupun kontemporer menjamur di wilayah yang disebut sebagai Benteng terakhir
kebudayaan Jawa ini.
Namun tentu saja kegiatan
kebudayaan ini membutuhkan penyangga berupa kantong-kantong budaya di
Yogyakarta, Beberapa kantong budaya yang sudah ada memang terbilang cukup eksis
dengan gelaran budaya dan seninya, semisal Taman Budaya Yogyakarta, Padepokan
seni Bagong Kussudiarjo, dan Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjosoemantri UGM.
Belakangan mulai muncul
kantong kantong Budaya di seluruh wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta yang juga
menunjukkan eksistensi mereka dengan gelaran gelaran seni dan budaya baik
secara regular maupun sporadis, diantaranya adalah:
1. Omah Petruk
Rumah Budaya
Omah Petruk terletak di Hargobinangun Sleman, lokasi yang berada di lereng Gunung
Merapi memang menawarkan kesejukan ditambah dengan rindangnya pepohonan di
areal yang cukup luas, memang menjadikan lokasi ini lebih cocok menjadi sebuah
tempat peristirahatan yang nyaman.
Tapi omah
Petruk betul betul merupakan Rumah budaya, di halamannya yang luas, berbagai
macam Patung yang jumlahnya cukup banyak dapat dinikmati, misi dari Patung-patung
ini adalah menunjukkan toleransi keberagaman agama dan budaya yang dijaga terus
menerus oleh bangsa Indonesia.
Gelaran Budaya
dalam artian seni juga terus menerus dilakukan di Omah petruk ini, baik Wayang,
tari, ketoprak bahkan pertunjukan Dangdut sekalipun, lokasinya yang cukup jauh
dari pusat kota Yogyakarta ternyata tak menyurutkan pengelola untuk terus
melakukan gelaran seni dan Budaya.
2. History of Java Museum
Museum sebagai
Rumah Budaya, kenapa tidak?
Museum yang dulunya adalah Pyramid café ini memang belum lagi dibuka, alias masih gress, namun lokasinya sendiri telah dikenal publik sebagai tempat perhelatan Budaya, bagaimana tidak, beberapa kali gelaran Festival Kesenian Yogyakarta dilaksanakan di sini termasuk FKY ke 30 tahun ini.
Museum yang dulunya adalah Pyramid café ini memang belum lagi dibuka, alias masih gress, namun lokasinya sendiri telah dikenal publik sebagai tempat perhelatan Budaya, bagaimana tidak, beberapa kali gelaran Festival Kesenian Yogyakarta dilaksanakan di sini termasuk FKY ke 30 tahun ini.
Museum History
Of Java sendiri seperti namanya, adalah museum yang membabar kronik kesejarahan
Pulau Jawa, khususnya wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Bukan hanya
mendisplay artefak ataupun Education Board, Museum ini memilih mendekat kepada
masyarakat awam dengan menghadirkan layanan lain seperti Ruang display diorama
yang bisa dipakai untuk swa-foto, juga dilengkapi teknologi penunjang display
seperti Augmented Reality ataupun Cinema 4D.
Layanan
kulinerpun mereka kemas dalam sebuah miniatur Malioboro, jantung wisata kota Yogyakarta
yang sudah sangat terkenal.
Dan sebagai
bagian utama mengapa History of Java bisa disebut Kantong Budaya, Sebuah
Panggung berukuran besar dibangun di sebelah Food street “Malioboro” menurut
rencana akan digunakan untuk gelaran gelaran budaya dan seni, baik secara periodik
maupun non regular,
Selain itu, di dalam
gedung berbentuk pyramid di mana lantai 1 adalah ruang koleksi museum, sedang
lantai kedua digunakan untuk gallery ruang pamer maupun untuk ruang pertemuan.
Munculnya kantong budaya baru, bukan
berarti kehidupan kesenian dan kebudayaan di Yogyakarta akan terus terjaga,
tanpa adanya dukungan dari masyarakat maupun pemerintah, tentu saja
kantong-kantong budaya ini akan terhenti langkahnya.